Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

Al-Hikam Itu Ungkapan Cinta

Saya mengenal Al-Hikam di bulan April 2016 dari teman saya yang pernah mondok. Menurut ayah teman saya ini, dengan memahami Al-Hikam saja kita dapat hidup tentram. Buku yang ia punya menggunakan bahasa yang berat dan sulit dipahami. Saya cari versi lain yang ringan dan menemukan versi Muhaji Fikriono. Sebagai tambahan, penulis buku ini juga menulis buku ‘Puncak Makrifat Jawa’ yang menjadi salah satu buku favorit saya sepanjang masa. Buku Al-Hikam ini berisi 30 bab. Masing-masing bab menjadi anak tangga yang saling terkait dan membentuk kesatuan pemahaman yang utuh. Penulis membahas setiap mutiara hikmah dengan ringan dan sangat personal. Saya jadi lebih mudah memahami ketika membaca uraian pemahaman penulis. Di awal buku, penulis menceritakan bagaimana ia mengenal Al-Hikam dan menginternalisasinya dalam kehidupan sehari-hari. Bab pertama berjudul ’Di Tepian Upaya dan Pasrah’. Bahasan ini berkaitan dengan takdir Tuhan. Takdir seakan memberi batas akan apa-apa yang bisa kita u

Kembali Fitri

Momen lebaran memang tidak lepas dari maaf-maafan dan silaturahmi. Kalimat semoga kembali fitri dan mulai dari nol lagi tidak jarang kita dengar. Kembali fitri artinya kembali ke fitrah manusia yang bersih dan suci (mulai dari nol lagi). Bagaimana benar-benar bisa kembali fitri?  Saya ingat nasihat yang dibagikan oleh teman saya tentang orang Jepang. Pelajaran moral pertama yang diajarkan orang Jepang kepada anak-anak mereka adalah empati. Bagaimana bisa merasakan orang lain membuat mereka mempunyai rasa kasih sayang yang tinggi. Bagaimana mereka menghormati yang muda, menyayangi yang tua, menghargai sesama, membuat hidup selalu rukun. Dengan empati yang tinggi tidak mungkin seseorang berbuat jahat kepada orang lain karena mereka bisa memposisikan dan merasakan orang lain. Orang berbuat jahat terhadap orang lain tidak bisa merasakan rasa orang lain dalam dirinya. Rasa kita sama jika saja kita mau bercermin. Misalnya ketika kita mendengar curhatan teman kita yang menjelek-jelekan o

Seberapa berharganya kamu?

Dari skala 1 – 10, kamu akan memberi nilai berapa untuk pertanyaan “Seberapa berharganya kamu?” Kamu bisa memilih angka 10 sebagai angka tertinggi untuk dirimu, tapi apakah benar kamu memperlakukan dirimu demikian? Hanya kamu sendiri yang bisa menjawabnya. Saya juga tidak akan bilang kalau kamu seberharga itu. Harga seseorang sering didefinisikan oleh dirinya sendiri melalui bagaimana orang lain atau faktor luar memperlakukannya. Contoh sederhana saja, jika seseorang banyak disukai orang lain maka ia akan berpikir bahwa dirinya menarik, terlepas dari siapa saja yang menyukainya, seperti apa orang yang menyukainya, dll. Semakin banyak yang menyukainya, semakin menariklah ia menurut anggapannya. Sayangnya, hal yang demikian juga berlaku sebaliknya. Jika tidak ada seseorang yang menyukainya, ia berpikir bahwa dirinya tidak menarik sama sekali. Disini lingkungan membentuk opini-opini yang sering begitu saja kita terima sebagai kebenaran tanpa kita analisa lebih jauh. Dari conto