Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Inspirasi kebaikan

Saya menonton sebuah iklan yang diproduksi di Thailand. Iklan ini menceritakan tentang seorang pemuda yang setiap hari berbuat baik. Ia bekerja. Sepanjang perjalanan menuju tempat kerjanya ia selalu melakukan hal yang sama. Pertama, melihat air yang mengalir dari genteng rumah orang dan ia menadahinya dengan pot. Lalu, membantu seorang ibu-ibu pedagang yang mendorong gerobaknya. Setiap makan siang, seekor anjing menghampirinya dan ia memberikan setengah makanannya. Ketika pulang bekeja, ia mendapati pengemis, ibu dan anaknya. Gelas anaknya bertuliskan untuk pendidikan. Ia sealu memberikan sisa uangnya hari itu untuk anak pengemis tersebut. Seorang bapak mengamatinya setiap hari dan menggelengkan kepalanya setiap melihat pemuda itu. Untuk apa ia sealu melakukan semua itu. Sampai di kontrakannya, ia pun selalu menggantungkan pisang di pintu kontrakan seorang nenek yang tinggal sendirian. Semakin lama, tanaman dalam pot itu tumbuh dan berbunga. Ibu pedagang menjadi lebih baik dan ti

The Happiness Project

I already have a book to read in the beginning of 2017, The Happiness Project - Gretchen Rubin. It catches my mind to dive the idea.. "Other people’s radical happiness projects, such as Henry David Thoreau’s move to Wolden Pond or Elizabeth Gilbert’s move to Italy, India, and Indonesia, exhilarated me. The fresh start, the total commitment, the leap into the unknown—i found their quests illuminating, plus i got a vicarious thrill from their abandonment of everyday worries. But my project wasn’t like that. I was an unadventurous soul, and i didn’t want to undertake that kind of extraordinary change. Which was lucky, because i wouldn’t have been able to do it even if i’d wanted to. I had a family and responsibilities that made it practically impossible for me to leave for one weekend. Left alone for a year. And more important, i didn’t want to reject my life. I WANTED TO CHANGE MY LIFE WITHOUT CHANGING MY LIFE, by finding more happiness in my own kitchen." So,

Hubungan - Mereka yang hilang hal. 3

Ketika kita merasa begitu nyaman terhadap seseorang terkadang tanpa sadar kita merasa memilikinya. Ketika kita menyukai seseorang tanpa sadar kita hanya melihat kebaikan-kebaikannya dalam kacamata kita. Sebaliknya, ketika kita membenci seseorang tanpa sadar juga kita hanya melihat keburukan-keburukannya dalam kacamata kita, tanpa menghiraukan kebaikan-kebaikannya yang sebenarnya jauh lebih banyak dari itu. Pertanyaannya adalah apakah kita memilih ego kita atau hubungan kita? Ketika salah satu jawaban kita atau mereka adalah ego, maka pasti kita akan kehilangan. Walaupun kita memilih hubungan kita, tidak akan pernah berhasil jika ia memilih egonya karena menang – kalah bukan lah suatu hubungan. Sebuah hubungan haruslah saling memberi dan menerima. Jika seseorang benar-benar penting dalam hidup kita, pastilah pemaafan kita jauh lebih besar dibandingkan kesalahannya. Namun, jika kita tidak bisa memaafkannya, maka mungkin kita tidak benar-benar menyayanginya.  Saya bukanlah orang yang

2016 Highlights

Tahun transformasi.........................................................................................................1 Event............................................................................................................................3 Training........................................................................................................................27 Buku............................................................................................................................42 Film.............................................................................................................................52 Treatment.....................................................................................................................67 Travelling......................................................................................................................77 Menjadi lebih baik.........................................................

Improvement Begins With "I"

Akhir-akhir ini saya begitu terinspirasi. Bayangan S2 di luar negeri dan profil orang-orang hebat silih berganti di benak saya. Tidak sengaja saya pun membaca profil senior saya di SMA yang sekarang sudah menjadi Big Boss dengan segudang pencapaiannya. Bukan hal yang mengejutkan memang banyak lulusan SMA saya yang sukses berkarya, tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. Sayangnya, banyak juga yang sudah mengganti kewarganegaraannya. Berada di tengah-tengah orang-orang seperti itu dulu, pencapaian yang menurut kacamata orang lain luar biasa menjadi tampak biasa saja di mata kami. Wajar, pemikiran kami sama, kami b erpikir bahwa kami  bisa mencapai hal-hal 'luar biasa' itu. Nah, jadi aneh sekarang jika kita melihat seseorang dengan begitu banyak pencapaian dan berpikir bahwa dia luar biasa dan kita tidak mungkin mencapai apa yang dia capai. Kenapa tidak mengganti pemikiran kita dengan pemikiran mereka yang sudah berhasil? Pastinya kita percaya bahwa kita bisa men

Good Vibes

Kamu pernah gak ketemu orang baru dan ngerasa klop banget sampai bisa ngobrol ngalor-ngidul seperti sudah lama kenal? Atau pernah gak lihat seorang stranger dan bawaannya sebel aja padahal kenal juga nggak? They call it vibes. Vibes tidak lain adalah energi. Pasti sudah pernah ya dengar hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa jumlah energi dari sebuah sistem tertutup itu tidak berubah—ia akan tetap sama. Energi tersebut tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan; namun ia dapat berubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Nah, setiap manusia punya vibes ini. Umumnya good vibes akan menarik hal-hal baik dan bad vibes akan menarik hal-hal yang tidak baik. Teorinya sama dengan yang dibahas di salah satu buku best seller , Quantum Ikhlas. Kabar baiknya adalah kita bisa mengubah vibes kita dan melatihnya untuk selalu jadi good vibes . Salah satu faktor utama yang mempengaruhi vibes kita adalah lingkungan. Lingkungan kita memberi pengaruh besar terhadap kita. Bukan

Sapaan Itu

We ow we. Yup, wow banget ketika disapa oleh perusahaan impian. Jarak yang jauh, kemacetan yang mengular dan hiruk-pikuk tengah kota seakan gak jadi penghalang lagi ketika yang menyapa kita adalah perusahaan yang dari dulu kita mimpikan. Sama halnya ketika kita sedang jatuh cinta, segala kekurangan menjadi tidak berarti lagi karena kita tahu kita sangat mendambakannya. Mungkin rasanya sama seperti sedang jatuh cinta ketika perusahaan raksasa tersebut menghubungi saya. Setelah menerima telepon itu, saya langsung menari-nari dan memberitahu sahabat-sahabat saya. Rasa cinta terhadap sesuatu ternyata memang bisa membuat kita lebih bergairah menjalani hari-hari kita. Di sepanjang hari itu saya menjadi sangat bersemangat dan terinspirasi, seperti ingin mengubah dunia :p Mudah sekali ya bagiNya membolak-balik sesuatu, tinggal klik dan saya merasa begitu senang. Pertanyaannya adalah apakah suasana hati saya tergantung oleh keadaan yang terjadi di luar atau apakah saya bisa mengendalikan

Antara Ahok dan Bela Islam

Melihat berita sana sini tentang politik dan bela Islam, tergelitik juga untuk ikut komentar. Mana yang benar yang dukung Ahok atau yang bela Islam? Apa yang dukung Ahok berarti tidak bela Islam? Apa yang bela Islam berarti tidak bol eh  dukung Ahok? Apakah keduanya adalah pilihan mutlak antara Ahok atau bela Islam? Sejajar kah ? Mari pakai analogi lain.. A dan B. A muslim dan B non muslim, A tidak bisa kerja dan B bisa kerja. Siapa yang Anda pilih untuk menjadi karyawan Anda? Saya sebagai hrd pasti pilih B. Apakah itu berarti saya tidak bela agama saya? Lalu jika karyawan lain komplain, "B menghina Al-Ikhlas. Menurut B, Tuhan ada tiga dan ia punya anak." Apakah saya akan memecatnya atau mengadukannya ke polisi? Tidak, paling saya panggil dan saya ingatkan, "Bagi Anda agama Anda dan bagi saya agama saya. Mohon tidak ada intimidasi SARA." Apakah saya menjadi penista agama karena tetap mempekerjakannya? Di sini saya tidak bermaksud memb ela atau men dukung

Nilai Manusia

Ada yang menarik dari bertemu dengan orang-orang baru dan melakukan sesuatu yang baru bersama mereka. Manusiawi rasanya ketika bertemu orang baru hal pertama yang kita lihat adalah penampilannya. Penampilan juga bisa mempresentasikan bagaimana seseorang menghargai dirinya dan menghargai orang yang melihatnya, tidak harus wah namun cukup rapi dan sopan. Nah, penampilan ini sering menjadi dasar bagaimana orang memperlakukan orang lain padahal jika dinilai secara bobot keseluruhan nilai manusia, mungkin hanya 10%. Kenapa? Karena penampilan mudah sekali dimanipulasi. Penampilan bukanlah identitas manusia sesungguhnya. Jadi ingat cerita sufi di Timur Tengah yang datang ke pesta dan tidak diizinkan masuk karena penampilannya yang biasa saja. Setelah pulang, beliau mengganti bajunya dan berhasil dipersilahkan masuk. Beliau mengambil makanan, membuka bajunya dan menuangkan makanan tersebut ke dalam bajunya. Semua orang terkejut dan bertanya mengapa beliau berbuat seperti itu. Beliau menjawab,