Ketika kita merasa begitu nyaman terhadap seseorang terkadang tanpa sadar kita merasa memilikinya. Ketika kita menyukai seseorang tanpa sadar kita hanya melihat kebaikan-kebaikannya dalam kacamata kita. Sebaliknya, ketika kita membenci seseorang tanpa sadar juga kita hanya melihat keburukan-keburukannya dalam kacamata kita, tanpa menghiraukan kebaikan-kebaikannya yang sebenarnya jauh lebih banyak dari itu. Pertanyaannya adalah apakah kita memilih ego kita atau hubungan kita? Ketika salah satu jawaban kita atau mereka adalah ego, maka pasti kita akan kehilangan. Walaupun kita memilih hubungan kita, tidak akan pernah berhasil jika ia memilih egonya karena menang – kalah bukan lah suatu hubungan. Sebuah hubungan haruslah saling memberi dan menerima. Jika seseorang benar-benar penting dalam hidup kita, pastilah pemaafan kita jauh lebih besar dibandingkan kesalahannya. Namun, jika kita tidak bisa memaafkannya, maka mungkin kita tidak benar-benar menyayanginya.
Saya bukanlah orang yang akan memaksa orang lain untuk tetap berada dalam hidup saya dan memaksa diri saya untuk tetap berada dalam hidup mereka. Jika mereka ingin pergi, silahkan saja. Jika mereka lebih berkembang tanpa saya, saya akan pergi. Mungkin saya terlalu mudah untuk melepas. Namun, bukankah memang jiwa tidak bisa dipadukan dengan mereka yang tidak sejiwa? Mungkin saatnya untuk mendewasa. Mungkin memang saya dan mereka harus berpisah untuk memberi kesempatan yang lainnya datang dan menetap. Saya adalah sahabat dan teman bagi seseorang, tapi saya bukan milikmu. Begitu pun kamu adalah sahabat dan teman bagi saya, tapi kamu bukan milik saya. Terima kasih ya untuk segalanya. Maaf juga untuk segalanya. Semoga Tuhan selalu menjaga.
Seindah apapun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang? Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring.
(Dee – Spasi)
Komentar
Posting Komentar