Langsung ke konten utama

Hubungan - Mereka yang hilang hal. 3

Ketika kita merasa begitu nyaman terhadap seseorang terkadang tanpa sadar kita merasa memilikinya. Ketika kita menyukai seseorang tanpa sadar kita hanya melihat kebaikan-kebaikannya dalam kacamata kita. Sebaliknya, ketika kita membenci seseorang tanpa sadar juga kita hanya melihat keburukan-keburukannya dalam kacamata kita, tanpa menghiraukan kebaikan-kebaikannya yang sebenarnya jauh lebih banyak dari itu. Pertanyaannya adalah apakah kita memilih ego kita atau hubungan kita? Ketika salah satu jawaban kita atau mereka adalah ego, maka pasti kita akan kehilangan. Walaupun kita memilih hubungan kita, tidak akan pernah berhasil jika ia memilih egonya karena menang – kalah bukan lah suatu hubungan. Sebuah hubungan haruslah saling memberi dan menerima. Jika seseorang benar-benar penting dalam hidup kita, pastilah pemaafan kita jauh lebih besar dibandingkan kesalahannya. Namun, jika kita tidak bisa memaafkannya, maka mungkin kita tidak benar-benar menyayanginya. 

Saya bukanlah orang yang akan memaksa orang lain untuk tetap berada dalam hidup saya dan memaksa diri saya untuk tetap berada dalam hidup mereka. Jika mereka ingin pergi, silahkan saja. Jika mereka lebih berkembang tanpa saya, saya akan pergi. Mungkin saya terlalu mudah untuk melepas. Namun, bukankah memang jiwa tidak bisa dipadukan dengan mereka yang tidak sejiwa? Mungkin saatnya untuk mendewasa. Mungkin memang saya dan mereka harus berpisah untuk memberi kesempatan yang lainnya datang dan menetap. Saya adalah sahabat dan teman bagi seseorang, tapi saya bukan milikmu. Begitu pun kamu adalah sahabat dan teman bagi saya, tapi kamu bukan milik saya. Terima kasih ya untuk segalanya. Maaf juga untuk segalanya. Semoga Tuhan selalu menjaga.

Seindah apapun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang? Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring. 
(Dee – Spasi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

20. Uncle From Penang

Hollaa.. I'm already back from holiday. Liburan kemarin saya mendatangi negara tetangga dengan bahasa melayu yang kental, Malaysia! Dulu saya sempat menempatkan negara ini di daftar hitam saya sampai-sampai saya rela tidak ikut liburan bersama geng kantor jika mereka memilih Malaysia. Ternyata kali ini sahabat saya memilih Malaysia. Saya tidak bisa melewatkan liburan bersama mereka. "Malaysia, apa salahnya?" pikir saya. Akhirnya, saya berangkat menuju Kuala Lumpur. Setelah mengeksplor KL, kami terbang ke Penang. Saya tidak begitu tertarik dengan tempatnya bahkan saya belum review ada apa saja di Penang. "Yang penting pergi sama siapa, Nis", kata teman saya.  Di Penang, kami menginap di Red Inn Hotel 39. Jujur, saya belum mereview hotelnya, hanya ikut suara terbanyak. Sahabat saya berkata bahwa hotel ini terkenal bukan karena hotelnya, tapi karena pemiliknya. Jam 2 pagi kami baru sampai hotel dan sudah gelap. Kami membunyikan bel dan menunggu seseorang kelua

Alternatif Homeschooling

Hari ini hari Senin dan hari pertama anak-anak masuk sekolah. Orang tua yang mengantar melihat anak-anak mereka berbaris untuk melaksanakan upacara. Puluhan motor dan mobil parkir di depan pagar dan bangunan sekolah. Lalu lintas menjadi sangat padat hari ini. Di tengah kemacetan, saya teringat sebuah surat kepala sekolah yang sempat viral beberapa waktu lalu. "D i tengah-tengah para pelajar yang menjalani ujian itu, ada calon seniman yang tidak perlu mengerti Matematika. Ada calon pengusaha yang tidak butuh pelajaran Sejarah atau Sastra. Ada calon musisi yang nilai Kimia-nya tidak berarti. Ada calon olahragawan yang lebih mementingkan fisik daripada Fisika. Ada calon fotografer yang lebih berkarakter dengan sudut pandang art berbeda yang tentunya ilmunya bukan dari sekolah ini." Diakui atau tidak, sistem pendidikan kita memang belum efektif merumuskan ukuran untuk mengidentifikasi bakat seorang anak dan memenuhi kebutuhan pembelajarannya. Banyak lulusan yang bingu

TRIZ

Saya percaya setiap sesuatu mempunyai pola. Dalam hal penyelesaian masalah, seorang pria Rusia bernama G.S. Altshuller mempelajari berbagai paten dari seluruh dunia untuk menemukan pola penemuan baru. Ia berpikir bahwa jika kita memahami pola penemuan dari berbagai paten yang hebat dan mempelajarinya, maka semua orang bisa menjadi inventor/penemu. Dari hasil studinya, ia memperkenalkan theory of inventing problem solving yang dinamakan TRIZ (Teorija Resenija Isobretatelskih Zadac) . Saya mendengar teori ini dari seorang Coach yang menjadi rekanan perusahaan dimana saya bekerja. Langkah-langkah penyelesaian masalah dalam TRIZ adalah sebagai berikut: Mendefinisikan masalah yang kita hadapi secara spesifik Menemukan masalah umum dalam TRIZ yang sesuai Menemukan solusi umum untuk pemecahan masalah yang sesuai tersebut Menggunakan solusi umum tersebut untuk menyelesaikan masalah spesifik yang kita hadapi Kebanyakan masalah timbul karena adanya kontradiksi. Dengan menggunaka