Langsung ke konten utama

Suami

Mau nulis apa ya? Hmm.. Suami saya tau saya punya blog. Ia bertanya kenapa saya tidak menulis tentangnya. Ia meminta saya menulis tentangnya sebelum lebaran tiba. Haha narsis sekali ya suami saya. 

Bicara tentang suami saya berarti juga bicara tentang pernikahan. Pernikahan bagi saya adalah untuk menjaga diri. Suami saya adalah jawaban dari doa-doa panjang saya. Ternyata ia lah jodoh saya. Pernikahan kami bukanlah seperti cerita dongeng yang "happily ever after". Pernikahan kami lebih seperti pembelajaran untuk mendewasa. 

Masalah-masalah hadir sebelum dan setelah kami berumahtangga. Yang saya tau adalah bahwa saya dan suami saya tidak menyerah atas komitmen kami, walaupun kami sadar penyesuaian diri kami sangatlah berat. Tidak jarang kami kesal satu sama lain. Tidak jarang pula kami bertengkar hebat karena masalah sepele. Sekesal-kesalnya saya, akhirnya pun saya tetap memeluk suami saya. Ya, tentu saja karena saya menyayanginya.

Suami saya tidak sempurna dan saya pun tidak sempurna. Kami yang sama-sama tidak sempurna ini ditakdirkan untuk berjodoh. Kami memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Atas kelebihan pasangan harusnya kami bisa besyukur. Atas kekurangan pasangan harusnya kami bisa bersabar. Bukankah harusnya begitu sikap seorang muslim? Bersyukur dan bersabar. Menerima pasangan apa adanya, lebih dan kurangnya.

Saya ingat pesan ayah saya ketika saya meminta izin beliau saat akad untuk menikah. Ayah saya berpesan agar mencontoh ibu saya. Ibadah. Ingat bahwa menikah adalah untuk beribadah. Apapun yang dilakukan dalam berumahtangga diniatkan untuk beribadah. Melayani suami adalah ibadah. Melayani keluarga adalah ibadah. Jika niatnya ibadah, insya Allah lebih mudah menjalaninya. Saya juga ingat saat ijab kabul, (calon) suami saya lantang menjawab pernyataan ayah saya tanpa putus. Saya menyimpan videonya dan menontonnya berkali-kali. Alhamdulillah.

Mungkin ketika saya kesal, saya hanya ingat kekurangan suami saya. Saya lupa kelebihannya. Saya lupa kalau saya berkomitmen menerima kelebihan dan kekurangannya. Saya lupa kalau niat saya menikah adalah untuk beribadah. Maafkan saya yang sering lupa ini, ya. 

Ramadhan yang tinggal sepuluh hari ini menjadi momen yang tepat untuk instropeksi. Instropeksi diri bagaimana hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan dengan Yang Maha Pencipta dan terhadap sesama. Alhamdulillah hubungan saya dan suami adem ayem saat ini. Semoga hubungan kami bisa langgeng sampai kakek-nenek, di dunia dan di akhirat. Aamiinn.

Oya, penasaran gak suami saya gimana? Hmm, suami saya itu ganteng, baik, perhatian, pintar, bertanggungjawab dan setia. Hehe.. Suami saya bisa buat nastar lho dan nastarnya enak. Ayo dipesan buat lebaran. Sekalian promosi nih hehe..

Pokokonya, aku sayang deh sama kamu, Mas :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

20. Uncle From Penang

Hollaa.. I'm already back from holiday. Liburan kemarin saya mendatangi negara tetangga dengan bahasa melayu yang kental, Malaysia! Dulu saya sempat menempatkan negara ini di daftar hitam saya sampai-sampai saya rela tidak ikut liburan bersama geng kantor jika mereka memilih Malaysia. Ternyata kali ini sahabat saya memilih Malaysia. Saya tidak bisa melewatkan liburan bersama mereka. "Malaysia, apa salahnya?" pikir saya. Akhirnya, saya berangkat menuju Kuala Lumpur. Setelah mengeksplor KL, kami terbang ke Penang. Saya tidak begitu tertarik dengan tempatnya bahkan saya belum review ada apa saja di Penang. "Yang penting pergi sama siapa, Nis", kata teman saya.  Di Penang, kami menginap di Red Inn Hotel 39. Jujur, saya belum mereview hotelnya, hanya ikut suara terbanyak. Sahabat saya berkata bahwa hotel ini terkenal bukan karena hotelnya, tapi karena pemiliknya. Jam 2 pagi kami baru sampai hotel dan sudah gelap. Kami membunyikan bel dan menunggu seseorang kelua

Alternatif Homeschooling

Hari ini hari Senin dan hari pertama anak-anak masuk sekolah. Orang tua yang mengantar melihat anak-anak mereka berbaris untuk melaksanakan upacara. Puluhan motor dan mobil parkir di depan pagar dan bangunan sekolah. Lalu lintas menjadi sangat padat hari ini. Di tengah kemacetan, saya teringat sebuah surat kepala sekolah yang sempat viral beberapa waktu lalu. "D i tengah-tengah para pelajar yang menjalani ujian itu, ada calon seniman yang tidak perlu mengerti Matematika. Ada calon pengusaha yang tidak butuh pelajaran Sejarah atau Sastra. Ada calon musisi yang nilai Kimia-nya tidak berarti. Ada calon olahragawan yang lebih mementingkan fisik daripada Fisika. Ada calon fotografer yang lebih berkarakter dengan sudut pandang art berbeda yang tentunya ilmunya bukan dari sekolah ini." Diakui atau tidak, sistem pendidikan kita memang belum efektif merumuskan ukuran untuk mengidentifikasi bakat seorang anak dan memenuhi kebutuhan pembelajarannya. Banyak lulusan yang bingu

TRIZ

Saya percaya setiap sesuatu mempunyai pola. Dalam hal penyelesaian masalah, seorang pria Rusia bernama G.S. Altshuller mempelajari berbagai paten dari seluruh dunia untuk menemukan pola penemuan baru. Ia berpikir bahwa jika kita memahami pola penemuan dari berbagai paten yang hebat dan mempelajarinya, maka semua orang bisa menjadi inventor/penemu. Dari hasil studinya, ia memperkenalkan theory of inventing problem solving yang dinamakan TRIZ (Teorija Resenija Isobretatelskih Zadac) . Saya mendengar teori ini dari seorang Coach yang menjadi rekanan perusahaan dimana saya bekerja. Langkah-langkah penyelesaian masalah dalam TRIZ adalah sebagai berikut: Mendefinisikan masalah yang kita hadapi secara spesifik Menemukan masalah umum dalam TRIZ yang sesuai Menemukan solusi umum untuk pemecahan masalah yang sesuai tersebut Menggunakan solusi umum tersebut untuk menyelesaikan masalah spesifik yang kita hadapi Kebanyakan masalah timbul karena adanya kontradiksi. Dengan menggunaka