Langsung ke konten utama

Memilih

Setiap manusia mempunyai sesuatu yang ingin dicapainya sepenuh hati bahkan mungkin sampai mati. Entah itu kekuasaan, keluarga, harta, ataupun cinta. 

Suatu ketika, seseorang yang sangat saya sayangi datang dan bercerita. Ia ingin mencapai nirwana. Layaknya seorang biksu yang menyadari bahwa hidup ini adalah kosong dan ujung tertinggi adalah nirwana, ia berkata dengan terbata "Saya ingin mencapainya."Lalu ia bertanya pada saya,"Bagaimana jika saya meninggalkan keluarga?". Hening.. Saya terdiam, mengeja tanyanya kata demi kata dalam hati. Bagi saya dan baginya, keluarga adalah segalanya. Saya bertanya kembali padanya.. "Apakah engkau harus memilih diantara nirwana atau keluarga?" Dengan lirih ia menjawab, "Ya, karena tidak mungkin ada yang lain untuk mencapai nirwana. Kepasrahan ini harus total tanpa ingin."

Ehmm.. Saya jadi ingat cerita nabi Ibrahim AS. Ia diminta mengorbankan Ismail yang paling dicintainya. Ketika itu ia ragu, namun keyakinan Ismail menguatkannya. Dan nyatanya mimpi itu hanya ujian bagi sang nabi. Andaikan iman saya sekuat Ismail mungkin saya sudah menjawabnya dan meyakinkannya. Aah, saya hanya manusia biasa, saya memintanya untuk benar-benar memikirkan inginnya. Saya mendengarkan satu demi satu kecemasannya. Ia tahu jawabannya. Ia sendiri tidak yakin, namun saya tidak menjawabnya. Saya hanya mendengarkannya bicara dan bertanya balik mengenai rencananya yang ia tahu betul kemana.

Ketika kita dipersimpangan jalan dengan dua pilihan yang sama beratnya, kita tidak bisa terburu-buru memilih. Kadang kita hanya perlu terdiam sejenak, bukan karena menunda keputusan namun terdiam untuk bisa melihat  beningnya jawaban. Berkaca dalam diri.. mengosongkan pikiran dan membersihkan nafsu. Dan ketika segalanya tenang, jawaban atas pilihan itu datang, terlepas dari rasa suka atau tidak suka. Pertanyaannya adalah, siapkah kita menerimanya?

090216.. ketika bumi memeluk hujan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

18. Orang Sulit

Pernah mengeluhkan orang lain? Sampai berkali-kali atau malah sampai benci? Mungkin mereka orang yang sulit. Atau malah kita sendiri orang yang sulit menurut orang lain? Apa sih yang dimaksud orang yang sulit?  Membayangkan orang yang sulit rasanya melelahkan berurusan dengan orang seperti ini. Males deh kalau sama dia . Begitu kira-kira ungkapan kita ketika mengingat orang yang sulit. Definisi orang yang sulit bagi masing-masing orang bisa berbeda-beda. Orang yang simpel bisa menjadi orang yang sulit bagi orang yang perfeksionis dan sebaliknya. Orang yang saklek bisa menjadi orang yang sulit bagi orang yang fleksibel dan sebaliknya. Ketika perbedaan ini selalu dijadikan alasan untuk berkonflik, itulah saat seseorang menjadi orang yang sulit. Ia selalu berkonflik dengan orang lain, buat ribet atau cari ribut. Kebalikan orang sulit adalah orang yang cair, mudah sekali berharmoni dengan orang lain. Tidak jarang saya mendengar keluhan teman-teman saya tentang kekasih mereka....

Alternatif Homeschooling

Hari ini hari Senin dan hari pertama anak-anak masuk sekolah. Orang tua yang mengantar melihat anak-anak mereka berbaris untuk melaksanakan upacara. Puluhan motor dan mobil parkir di depan pagar dan bangunan sekolah. Lalu lintas menjadi sangat padat hari ini. Di tengah kemacetan, saya teringat sebuah surat kepala sekolah yang sempat viral beberapa waktu lalu. "D i tengah-tengah para pelajar yang menjalani ujian itu, ada calon seniman yang tidak perlu mengerti Matematika. Ada calon pengusaha yang tidak butuh pelajaran Sejarah atau Sastra. Ada calon musisi yang nilai Kimia-nya tidak berarti. Ada calon olahragawan yang lebih mementingkan fisik daripada Fisika. Ada calon fotografer yang lebih berkarakter dengan sudut pandang art berbeda yang tentunya ilmunya bukan dari sekolah ini." Diakui atau tidak, sistem pendidikan kita memang belum efektif merumuskan ukuran untuk mengidentifikasi bakat seorang anak dan memenuhi kebutuhan pembelajarannya. Banyak lulusan yang bingu...

20. Uncle From Penang

Hollaa.. I'm already back from holiday. Liburan kemarin saya mendatangi negara tetangga dengan bahasa melayu yang kental, Malaysia! Dulu saya sempat menempatkan negara ini di daftar hitam saya sampai-sampai saya rela tidak ikut liburan bersama geng kantor jika mereka memilih Malaysia. Ternyata kali ini sahabat saya memilih Malaysia. Saya tidak bisa melewatkan liburan bersama mereka. "Malaysia, apa salahnya?" pikir saya. Akhirnya, saya berangkat menuju Kuala Lumpur. Setelah mengeksplor KL, kami terbang ke Penang. Saya tidak begitu tertarik dengan tempatnya bahkan saya belum review ada apa saja di Penang. "Yang penting pergi sama siapa, Nis", kata teman saya.  Di Penang, kami menginap di Red Inn Hotel 39. Jujur, saya belum mereview hotelnya, hanya ikut suara terbanyak. Sahabat saya berkata bahwa hotel ini terkenal bukan karena hotelnya, tapi karena pemiliknya. Jam 2 pagi kami baru sampai hotel dan sudah gelap. Kami membunyikan bel dan menunggu seseorang kelua...