Langsung ke konten utama

50. Bukan Masalah

Kita tidak bisa membantu semua orang. Kita tidak bisa mengubah dunia. Tidak! Mengetahui bahwa kita tidak bisa mengubah dunia benar-benar menentramkan. Banyak hal yang tidak bisa kita ubah memang tidak sepantasnya dipusingkan. Mungkin kita peduli dan bisa membantu ya bantu saja, tapi jika kita tidak bisa berbuat apapun ya move on saja. Masih banyak hal yang bisa kita ubah sekecil apapun itu dan bisa membuat keadaan atau siapapun menjadi lebih baik. Sikap ini menjadi syarat utama orang-orang yang hebat, fokus pada apa yang bisa diubah. Apa yang bisa diubah adalah saat ini, bukan masa lalu atau masa depan. Siapa yang bisa kita ubah adalah yang selalu bersama kita saat ini, diri kita sendiri. 

Saya bukan pendengar yang baik, tapi karena tuntutan pekerjaan saya belajar menjadi lebih banyak mendengar daripada sebelumnya. Cerita orang lain kadang sangat mempengaruhi perasaan dan mengganggu pikiran saya. Apalagi jika cerita itu adalah cerita seorang yang saya sayangi. Memikirkan masalah mereka hanya akan membuat hati saya tidak tenteram jika saya tidak bisa melakukan apapun untuk membantunya. Namun, sekarang saya sadar bahwa apa-apa yang tidak bisa saya ubah tidak perlu dipikirkan. Seperti tulisan saya sebelumnya ketika saya bertemu dengan wanita Polandia, membuat jarak yang tegas atas apa-apa yang bisa saya ubah dan apa-apa yang tidak bisa saya ubah. Apa-apa yang tidak bisa saya ubah bukan masalah. 

Saya jadi ingat cerita di buku si Cacing. Seorang politikus ditanya apa pendapatnya mengenai perang di Timur Tengah. Ia menjawab, "Itu bukan masalah." Seketika itu pun si wartawan marah dan melontarkan semua masalah di Timur Tengah. Sang politikus balik bertanya, "Menurut Anda apa solusinya?" Sang wartawan terdiam. Sang politikus berkata,"Setiap masalah pasti punya solusi. Tidak ada solusi untuk perang di Timur Tengah. Kalau begitu, perang di Timur Tengan bukan masalah."

Begitu juga dengan pengaruh orang lain. Orang yang sangat saya sayangi dapat dengan mudahnya mempengaruhi suasana hati dan pengambilan keputusan saya. Ketika kita sangat menyayangi seseorang kita jarang bisa melihat keburukan-keburukannya. Apa yang dibicarakan harusnya menjadi substansi yang harusnya dilihat dan didengarkan, bukan siapa yang membicarakannya. Kita bisa belajar dari siapapun. Jika kebaikan maka ikutilah, walaupun nasihat dari seorang narapidana. Jika kejahatan maka tinggalkanlah, walaupun perintah dari kedua orang tua. Siapa yang membicarakannya bukan masalah.

Seorang teman mengeluhkan hal yang sama berkali-kali. Siapa sih yang tidak bosan mendengarnya? Pertama kali saya sangat berempati dan mencoba membantu; memberikan solusi, nasihat, pilihan-pilihan, dll. Ketika itu terjadi berulang kali, saya tahu bahwa kata-kata saya tidak pernah diikuti. Teman saya hanya perlu didengarkan. Masalah-masalahnya tidak pernah lagi mengganggu pikiran saya. Saya juga pernah mengeluhkan orang-orang dan menceritakannya kepada keluarga saya. Saat itu menurut saya mereka begitu menyebalkan. Saya tidak tahan dengan mereka. Semakin sering saya mengeluhkannya, semakin pusing saya dibuatnya. Mereka juga tidak berubah. Saya pun akhirnya berhenti mengeluhkan dan memikirkan mereka. Mereka bukan masalah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TRIZ

Saya percaya setiap sesuatu mempunyai pola. Dalam hal penyelesaian masalah, seorang pria Rusia bernama G.S. Altshuller mempelajari berbagai paten dari seluruh dunia untuk menemukan pola penemuan baru. Ia berpikir bahwa jika kita memahami pola penemuan dari berbagai paten yang hebat dan mempelajarinya, maka semua orang bisa menjadi inventor/penemu. Dari hasil studinya, ia memperkenalkan theory of inventing problem solving yang dinamakan TRIZ (Teorija Resenija Isobretatelskih Zadac) . Saya mendengar teori ini dari seorang Coach yang menjadi rekanan perusahaan dimana saya bekerja. Langkah-langkah penyelesaian masalah dalam TRIZ adalah sebagai berikut: Mendefinisikan masalah yang kita hadapi secara spesifik Menemukan masalah umum dalam TRIZ yang sesuai Menemukan solusi umum untuk pemecahan masalah yang sesuai tersebut Menggunakan solusi umum tersebut untuk menyelesaikan masalah spesifik yang kita hadapi Kebanyakan masalah timbul karena adanya kontradiksi. Dengan menggunaka

18. Orang Sulit

Pernah mengeluhkan orang lain? Sampai berkali-kali atau malah sampai benci? Mungkin mereka orang yang sulit. Atau malah kita sendiri orang yang sulit menurut orang lain? Apa sih yang dimaksud orang yang sulit?  Membayangkan orang yang sulit rasanya melelahkan berurusan dengan orang seperti ini. Males deh kalau sama dia . Begitu kira-kira ungkapan kita ketika mengingat orang yang sulit. Definisi orang yang sulit bagi masing-masing orang bisa berbeda-beda. Orang yang simpel bisa menjadi orang yang sulit bagi orang yang perfeksionis dan sebaliknya. Orang yang saklek bisa menjadi orang yang sulit bagi orang yang fleksibel dan sebaliknya. Ketika perbedaan ini selalu dijadikan alasan untuk berkonflik, itulah saat seseorang menjadi orang yang sulit. Ia selalu berkonflik dengan orang lain, buat ribet atau cari ribut. Kebalikan orang sulit adalah orang yang cair, mudah sekali berharmoni dengan orang lain. Tidak jarang saya mendengar keluhan teman-teman saya tentang kekasih mereka. 

Alternatif Homeschooling

Hari ini hari Senin dan hari pertama anak-anak masuk sekolah. Orang tua yang mengantar melihat anak-anak mereka berbaris untuk melaksanakan upacara. Puluhan motor dan mobil parkir di depan pagar dan bangunan sekolah. Lalu lintas menjadi sangat padat hari ini. Di tengah kemacetan, saya teringat sebuah surat kepala sekolah yang sempat viral beberapa waktu lalu. "D i tengah-tengah para pelajar yang menjalani ujian itu, ada calon seniman yang tidak perlu mengerti Matematika. Ada calon pengusaha yang tidak butuh pelajaran Sejarah atau Sastra. Ada calon musisi yang nilai Kimia-nya tidak berarti. Ada calon olahragawan yang lebih mementingkan fisik daripada Fisika. Ada calon fotografer yang lebih berkarakter dengan sudut pandang art berbeda yang tentunya ilmunya bukan dari sekolah ini." Diakui atau tidak, sistem pendidikan kita memang belum efektif merumuskan ukuran untuk mengidentifikasi bakat seorang anak dan memenuhi kebutuhan pembelajarannya. Banyak lulusan yang bingu