Langsung ke konten utama

Bali dan Patah Hati

Bali selalu mengingatkan saya akan kisah patah hati seorang teman. Ia jatuh cinta kepada sahabatnya. Sahabat yang sudah bersama pria lain. Ia tidak bisa menutupi rasa cintanya. Sahabatnya pun menyadari rasa itu. Namun, sahabatnya juga tidak mau melepas teman saya. Ia juga menyayangi teman saya, walaupun dengan rasa sayang yang berbeda. Bodohnya, teman saya tetap saja bertahan menyakiti dirinya sendiri. Sampai suatu hari, sang sahabat memberikan undangan pernikahannya. Setegar apapun teman saya berpura-pura, ia tetap saja hancur. Hatinya teriris-iris. Ia meringis. Menangis. Ia tahu saat seperti ini pasti datang, tapi rasanya tetap begitu menyakitkan. Ia remuk berkeping-keping. Jiwanya direngut paksa. Tak utuh lagi.

Dalam keperihan yang sangat, ia memutuskan untuk pergi. Naik bis ke Bali. Tiga hari. Dalam tiga hari itu ia mati. Benar-benar mati. Tak menapak lagi di bumi. Ia hidup dalam pikirannya sendiri dalam sakit hatinya. Perih! 'Mengikhlaskan tidak semudah itu,' katanya kepada saya. 'Tapi ya mau gimana lagi? Cuma bisa pasrah kan?!', lanjutnya. Saya hanya tersenyum. 

Setiap kali menginjak Bali saya mengingatnya. Apalagi ketika memandangi laut lepas, saya dapat merasakan lukanya. Ikhlas. Pasrah. Ya hanya itu saja yang bisa kita lakukan ketika semua cerita harus berakhir. Hidup tetap berjalan. Ia tidak akan berhenti karena menunggu kita sembuh dari patah hati. Tinggal bagaimana dengan kita. Butuh sehari, setahun, atau selamanya untuk melanjutkan hidup. Bali tidak hanya mengingatkan tentang kisah patah hati, tetapi tentang mengikhlaskan dan memulai kembali. Bali dan patah hati sudah basi. Bali dan jatuh hati rasanya lebih manis :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TRIZ

Saya percaya setiap sesuatu mempunyai pola. Dalam hal penyelesaian masalah, seorang pria Rusia bernama G.S. Altshuller mempelajari berbagai paten dari seluruh dunia untuk menemukan pola penemuan baru. Ia berpikir bahwa jika kita memahami pola penemuan dari berbagai paten yang hebat dan mempelajarinya, maka semua orang bisa menjadi inventor/penemu. Dari hasil studinya, ia memperkenalkan theory of inventing problem solving yang dinamakan TRIZ (Teorija Resenija Isobretatelskih Zadac) . Saya mendengar teori ini dari seorang Coach yang menjadi rekanan perusahaan dimana saya bekerja. Langkah-langkah penyelesaian masalah dalam TRIZ adalah sebagai berikut: Mendefinisikan masalah yang kita hadapi secara spesifik Menemukan masalah umum dalam TRIZ yang sesuai Menemukan solusi umum untuk pemecahan masalah yang sesuai tersebut Menggunakan solusi umum tersebut untuk menyelesaikan masalah spesifik yang kita hadapi Kebanyakan masalah timbul karena adanya kontradiksi. Dengan menggunaka

18. Orang Sulit

Pernah mengeluhkan orang lain? Sampai berkali-kali atau malah sampai benci? Mungkin mereka orang yang sulit. Atau malah kita sendiri orang yang sulit menurut orang lain? Apa sih yang dimaksud orang yang sulit?  Membayangkan orang yang sulit rasanya melelahkan berurusan dengan orang seperti ini. Males deh kalau sama dia . Begitu kira-kira ungkapan kita ketika mengingat orang yang sulit. Definisi orang yang sulit bagi masing-masing orang bisa berbeda-beda. Orang yang simpel bisa menjadi orang yang sulit bagi orang yang perfeksionis dan sebaliknya. Orang yang saklek bisa menjadi orang yang sulit bagi orang yang fleksibel dan sebaliknya. Ketika perbedaan ini selalu dijadikan alasan untuk berkonflik, itulah saat seseorang menjadi orang yang sulit. Ia selalu berkonflik dengan orang lain, buat ribet atau cari ribut. Kebalikan orang sulit adalah orang yang cair, mudah sekali berharmoni dengan orang lain. Tidak jarang saya mendengar keluhan teman-teman saya tentang kekasih mereka. 

Alternatif Homeschooling

Hari ini hari Senin dan hari pertama anak-anak masuk sekolah. Orang tua yang mengantar melihat anak-anak mereka berbaris untuk melaksanakan upacara. Puluhan motor dan mobil parkir di depan pagar dan bangunan sekolah. Lalu lintas menjadi sangat padat hari ini. Di tengah kemacetan, saya teringat sebuah surat kepala sekolah yang sempat viral beberapa waktu lalu. "D i tengah-tengah para pelajar yang menjalani ujian itu, ada calon seniman yang tidak perlu mengerti Matematika. Ada calon pengusaha yang tidak butuh pelajaran Sejarah atau Sastra. Ada calon musisi yang nilai Kimia-nya tidak berarti. Ada calon olahragawan yang lebih mementingkan fisik daripada Fisika. Ada calon fotografer yang lebih berkarakter dengan sudut pandang art berbeda yang tentunya ilmunya bukan dari sekolah ini." Diakui atau tidak, sistem pendidikan kita memang belum efektif merumuskan ukuran untuk mengidentifikasi bakat seorang anak dan memenuhi kebutuhan pembelajarannya. Banyak lulusan yang bingu