Jumat lagi. Hari pertama dalam minggu saya. Beberapa hari yang lalu seorang teman bertanya..
"Bahasa? Hmmm, tiada menulis tanpa bahasa. Apa itu bahasa? Jika hidup tanpa bahasa, apakah kehidupan itu ada? Tentang bahasa, apakah tentang ada? Apa hubungan bahasa dengan menulis?"
Saya tidak langsung bisa menjawabnya. Pertanyaannya bahkan saya tanyakan lagi ke teman saya yang lain. Saya minta bantuan untuk menjawabnya. Teman saya menjawab.
"Bahasa secara subjektif saya adalah salah satu perwakilan diri. Baik itu bahasa lisan tertulis ataupun isyarat. Bahasa dalam formatnya masing2 adalah penanda kehidupan.Bahasa seni tidak harus tulisankarena ada keterwakilan rasa."
Saya merangkumnya; perwakilan diri, penanda kehidupan dan keterwakilan rasa. Lalu bertanya, "Berarti tidak ada kehidupan tanpa bahasa?". Ya tidak ada. Ia memberi tahu saya. Dulu saat Perang Dunia Il, NAZI pernah melakukan uji coba. Bayi yang hanya diberi susu tanpa sentuhan sayang (bahasa isyarat) dan tanpa senyum dan sapa tidak bisa bertahan hidup.
Bahasa adalah alat berkomunikasi. Hidup adalah berkomunikasi. Ada subjek ada objek. Bahasa itu ruang tempat subjek dan objek saling menemukan. Tiada hidup yang tak beruang, maka bahasa adalah tentang mengada. Menulis adalah salah satu cara berbahasa. Menulis juga tanda kehidupan. Ia mewakili rasa. Ia bukan hanya ayunan jari semata. Disana rasa dan pikir saling menemukan. Memikirkan rasa dan merasakan pikir. Akhirnya, penulis dan tulisan pun saling menemukan.
Berpikir bukan merasa.
Merasa bukan merasai.
Merasai bukan mengasihi.
Mengasihi pasti dengan hati.
Komentar
Posting Komentar