Langsung ke konten utama

Membangun Desa

Beberapa hari yang lalu seorang teman mengirimkan info rekrutmen kegiatan sosial di desa terpencil di Sumba. Saya langsung mengunjungi website-nya dan mendaftar. Untuk mendaftar, saya harus membuat motivation letter. Masih ada beberapa seleksi yang harus dijalani agar dapat berpartisipasi dalam program tersebut.

Kegiatan sosial membangun desa membuat saya tertarik untuk ikut terlibat. Saya tidak mempunyai pengalaman benar-benar membangun desa. Kegiatan sosial yang pernah saya lakukan hanyalah sembako untuk desa, buka puasa bersama anak yatim, dan pengobatan massal. Satu lagi, mengajar di rumah singgah. Dari berbagai kegiatan sosial tersebut, yang paling saya sukai adalah mengajar dan memberi konsultasi. Oleh karena itu, saya memilih bidang pendidikan dalam program tersebut.

Saya suka traveling atau jalan-jalan. Ketika membaca Sumba, yang terbayang di benak saya adalah Pulau Kenawa, pulau yang indah dan menjadi destinasi banyak wisatawan lokal maupun luar negeri. Ternyata keduanya berbeda, Pulau Kenawa terletak di Sumbawa bukan Sumba. Sumba di Nusa Tenggara Timur, sedangkan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat. Saya googling Sumba dan menemukan puluhan foto kampung adat dan pantai yang indah. Wow, siapa yang tidak mau kesana? Apalagi untuk misi kegiatan sosial. Pastinya, lokasi ini bisa menjadi tujuan destinasi yang terkenal tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Namun, pertama kali rasanya perlu memperkenalkan bahwa Sumba bukanlah Sumbawa.

Sebelum berpikir tentang membangun, sudah sepatutnya saya belajar mengenal terlebih dahulu tentang masyarakat Sumba, khususnya masyarakat di Kampung Adat Ratenggaro yang menjadi pilihan saya. Saya memilih Ratenggaro karena bentuk rumahnya yang unik dan tinggi menjulang dan pemandangan alamnya yang menakjubkan. Dari informasi yang saya temukan, Ratenggaro memiliki arti yaitu Rate adalah kuburan dan Garo adalah nama suku Garo, kuburan suku Garo. Budaya masih menjadi prinsip dasar dalam kehidupan bermasyarakat di Sumba Barat Daya. Rumah adat menjadi pusat kehidupan masyarakat Ratenggaro. Berbagai aktivitas dilakukan di rumah. Wanitanya menenun kain ikat yang membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan untuk menjadi selembar kain. Masyarakatnya masih memegang tradisi Marapu yang memiliki kepercayaan pemujaan kepada nenek moyang dan leluhur. Oleh karena itu, di tengah kampung banyak ditemukan kubur batu para leluhur yang sangat dihormati.

Membangun bagi saya dimulai dengan membuka pikiran dan hati. Membuka pikiran dan hati dilakukan dengan mengenalkan pada masyarakat tentang kemajuan dan membuat mereka membuka diri sehingga berpikir untuk maju. Mendengarkan mereka tentang apa yang mereka pikirkan, rasakan dan inginkan menjadi dasar bagaimana kita dapat membuat mereka membuka diri untuk hal-hal yang lebih baik. Pendidikan yang lebih tinggi, ekonomi yang lebih sejahtera akses yang lebih banyak akhirnya dapat membawa mereka kepada kehidupan yang lebih maju. Tentu saja pembangunan yang dilakukan seharusnya tetap menjaga dan melestarikan tradisi dan kebudayaan asli. 

Wish me luck :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

20. Uncle From Penang

Hollaa.. I'm already back from holiday. Liburan kemarin saya mendatangi negara tetangga dengan bahasa melayu yang kental, Malaysia! Dulu saya sempat menempatkan negara ini di daftar hitam saya sampai-sampai saya rela tidak ikut liburan bersama geng kantor jika mereka memilih Malaysia. Ternyata kali ini sahabat saya memilih Malaysia. Saya tidak bisa melewatkan liburan bersama mereka. "Malaysia, apa salahnya?" pikir saya. Akhirnya, saya berangkat menuju Kuala Lumpur. Setelah mengeksplor KL, kami terbang ke Penang. Saya tidak begitu tertarik dengan tempatnya bahkan saya belum review ada apa saja di Penang. "Yang penting pergi sama siapa, Nis", kata teman saya.  Di Penang, kami menginap di Red Inn Hotel 39. Jujur, saya belum mereview hotelnya, hanya ikut suara terbanyak. Sahabat saya berkata bahwa hotel ini terkenal bukan karena hotelnya, tapi karena pemiliknya. Jam 2 pagi kami baru sampai hotel dan sudah gelap. Kami membunyikan bel dan menunggu seseorang kelua

Alternatif Homeschooling

Hari ini hari Senin dan hari pertama anak-anak masuk sekolah. Orang tua yang mengantar melihat anak-anak mereka berbaris untuk melaksanakan upacara. Puluhan motor dan mobil parkir di depan pagar dan bangunan sekolah. Lalu lintas menjadi sangat padat hari ini. Di tengah kemacetan, saya teringat sebuah surat kepala sekolah yang sempat viral beberapa waktu lalu. "D i tengah-tengah para pelajar yang menjalani ujian itu, ada calon seniman yang tidak perlu mengerti Matematika. Ada calon pengusaha yang tidak butuh pelajaran Sejarah atau Sastra. Ada calon musisi yang nilai Kimia-nya tidak berarti. Ada calon olahragawan yang lebih mementingkan fisik daripada Fisika. Ada calon fotografer yang lebih berkarakter dengan sudut pandang art berbeda yang tentunya ilmunya bukan dari sekolah ini." Diakui atau tidak, sistem pendidikan kita memang belum efektif merumuskan ukuran untuk mengidentifikasi bakat seorang anak dan memenuhi kebutuhan pembelajarannya. Banyak lulusan yang bingu

TRIZ

Saya percaya setiap sesuatu mempunyai pola. Dalam hal penyelesaian masalah, seorang pria Rusia bernama G.S. Altshuller mempelajari berbagai paten dari seluruh dunia untuk menemukan pola penemuan baru. Ia berpikir bahwa jika kita memahami pola penemuan dari berbagai paten yang hebat dan mempelajarinya, maka semua orang bisa menjadi inventor/penemu. Dari hasil studinya, ia memperkenalkan theory of inventing problem solving yang dinamakan TRIZ (Teorija Resenija Isobretatelskih Zadac) . Saya mendengar teori ini dari seorang Coach yang menjadi rekanan perusahaan dimana saya bekerja. Langkah-langkah penyelesaian masalah dalam TRIZ adalah sebagai berikut: Mendefinisikan masalah yang kita hadapi secara spesifik Menemukan masalah umum dalam TRIZ yang sesuai Menemukan solusi umum untuk pemecahan masalah yang sesuai tersebut Menggunakan solusi umum tersebut untuk menyelesaikan masalah spesifik yang kita hadapi Kebanyakan masalah timbul karena adanya kontradiksi. Dengan menggunaka