Jumat adalah hari yang paling menyenangkan untuk kebanyakan karyawan termasuk saya. Hari terakhir bekerja ini menjadi tren sampai melahirkan tagline 'I love Friday.' Ada juga strategi marketing yang membuat taglinenya, 'I love Monday.' Namun, hal itu tidak serta merta membuat orang-orang jatuh ke lain hari. Jumat tetap juara di hati kami.
Jika perpisahan adalah sesuatu yang menyedihkan, maka perpisahan dengan kerjaan yang tidak membuat kita bersedih ini menjadi indikasi bahwa kebanyakan orang tidak menyukai pekerjaan mereka. Terlepas dari apakah asumsi tersebut benar atau tidak, saya lebih memilih Jumat sebagai hari pertama saya dan awal minggu baru bagi saya. Mengapa? Karena Senin bagi saya adalah hari tersibuk dan saya ingin sudah bersiap jauh sebelumnya.
Jumat adalah momentum bagi saya. Biasanya momentum didefinisikan sebagai satu momen besar yang membawa perubahan. Momentum bisa berupa kelahiran, tahun baru, pernikahan, dan lain-lain yang minimal terjadi setahun sekali. Setahun untuk membuka buku baru dan merenungi apa saja yang sudah kita lakukan rasanya terlalu lama. Saya ingin menciptakan momentum mingguan. Mengevaluasi apa-apa saja yang telah kita lakukan dan perbaiki secara mingguan menurut saya jauh lebih efektif daripada menunggu tahunan. Saya pilih Jumat sebagai momentum.
Momentum Jumat sama dengan momentum ulang tahun saya. Momentum Jumat menjadi gambaran mikro bagaimana hidup saya bulan ini bahkan tahun ini. Pencapaian-pencapaian kecil menjadi anak tangga pencapaian besar dan kesalahan-kesalahan kecil menjadi penyebab kesalahan besar. Seperti itu lah momentum kecil saya, Jumat-Jumat saya memberi gambaran mikro bagaimana tahun ini akan saya lewati.
Hal yang sepatutnya diingat adalah bahwa setiap kita bisa menciptakan momentum kita sendiri. Setiap kita bisa mengakhiri cerita buruk dan membuka lembaran baru kapan saja. Tidak perlu menunggu tahun baru atau momentum besar untuk memulai. Kita bisa mulai sekarang, hari ini, Jumat ini. Selamat hari Jumat!
Komentar
Posting Komentar